(FKUB Jakarta.org) Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKB) Kementerian Agama (Kemenag) Wawan Djunaedi mengatakan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menjaga stabilitas kerukunan sangat dibutuhkan dalam momentum tahun politik.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Rapat Kerja (Raker) FKUB DKI Jakarta yang digelar di Hotel Swiss-Bellin, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023) malam.
Wawan mengungkapkan acuan pemberdayaan FKUB berdasarkan data yang dihimpun oleh pihaknya pada tahun 2022. Ia mengaku, masih banyak tren tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama agama terjadi pada tahun 2022.
Di antaranya, beragama secara ekstrem, berita bohong/ujaran kebencian, intoleransi, kekerasan dan persekusi atas nama agama, manipulasi dan penyimpangan regulasi masih marak terjadi selama tahun 2022.
“Inilah tugas serta peran dari para tokoh agama dan FKUB selanjutnya dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” paparnya.
Salah satu contoh adanya tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama agama, kata Wawan, yaitu terjadi di institusi pendidikan. Oleh karena itu, pihaknya akan menyiapkan regulasi agar FKUB dalam tupoksinya, dapat menyentuh ke institusi pendidikan.
“Setelah ini saya akan merekomendasikan FKUB untuk bisa masuk ke ranah instansi pendidikan,” tegasnya.
Wawan mengusulkan beberapa rencana aksi yang perlu dilakukan FKUB dalam menjaga masyarakat, terutama umat beragama agar tidak mudah terpecah belah akibat perbedaan pendapat maupun perbedaan pilihan politik yang sering kali menjadi percikan-percikan konflik di lapisan masyarakat.
“Pertama, FKUB bersama Kemenag, Forkopimda, majelis agama, ormas keagamaan dan Ormas kepemudaan untuk melakukan seruan damai menjelang tahun politik,” ujarnya.
Kedua, seruan damai dapat dilakukan melalui jaringan platform atau media massa, seperti Radio Republik Indonesia (RII). Dimana Kemenag telah meneken MoU dengan RRI dan media massa lainnya.
“Ketiga, memasang spanduk di rumah-rumah ibadah untuk tidak menggunakan rumah ibadat sebagai tempat kampanye politik praktis sebagaimana diterangkan di Undang-Undang Pemilu,” lanjutnya.
Keempat, yaitu memberikan himbauan kepada semua pihak untuk tidak mengeluarkan ujaran atau tindakan yang dapatkan mengakibatkan pembelahan sosial akibat polarisasi politik, termasuk dalam konten media sosial.
Namun, baginya, untuk edukasi berpolitik sebagai hak warga negara wajib dilakukan oleh para tokoh agama.
“Mengimbau kepada FKUB untuk mengingatkan kepada saudara-saudara kita untuk tidak menggunakan tempat ibadah yang ini adalah ruang publik sebagai politik praktis,” pungkasnya.(fkub/eky)