Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta menyelenggarakan Dialog Lintas Agama dan Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan tentang Kebijakan Kerukunan Umat Beragama dan Pemberdayaan Masyarakat tingkat pemuda dan mahasiswa di Hotel Swiss-Belinn, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).
Kegiatan tersebut diikuti 60 peserta dari organisasi kepemudaan dan mahasiswa se-DKI Jakarta yang berlatar belakang agama yang beragam. Mereka dibekali edukasi mengenai kebijakan FKUB dan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga kerukunan antar umat beragama.
Ketua FKUB DKI Jakarta Prof Dede Rosyada mengatakan semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ adalah kekayaan sangat berharga dan modal besar bangsa Indonesia dalam merawat persatuan dan kerukunan.
“Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila. Semboyan negara ini menggambarkan kondisi Indonesia yang terdiri dari ragam budaya, bahasa, dan agama namun tetap menjadi satu bangsa,” ujar Prof Dede dalam sambutannya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskansemboyan yang diwariskan para pendiri bangsa ini merupakan modal besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia agar terus dirawat dan dikembangkan.
“Kita seharusnya bisa hidup rukun, damai, penuh toleransi dalam kemajemukan, dalam keberbedaan. Karena memang kita dilahirkan menjadi bangsa yang beragam,” tegasnya.
Ia melanjutkan, berdirinya bangsa Indonesia tak terlepas dari peran tokoh bangsa dari berbagai latar belakang agama yang ikut memperjuangkan kemerdekaan. Kunci dalam memperjuangkan kemerdekaan itu adanya kesamaan visi dalam menyatukan bangsa Indonesia yang masyarakatnya beragam.
“Sekali lagi kuncinya satu yaitu we have to be more united. Kita harus lebih bersatu sebagai tercerminan dari bangsa yang menjunjung semboyan Bhineka Tunggal Ika,” imbuhnya.
Ketua Senat UIN Jakarta itu menyebutkan banyak negara yang hanya memiliki sedikit etnik, tapi paling sering mengalami konflik. Afganistan misalnya, yang memiliki kurang lebih 3 etnik, namun eskalasi konflik antar mereka sangat tinggi.
“Begitu juga dengan Amerika. Mereka berteriak we are American, we are democracy, tapi tetap saja tidak bisa bersatu. Ketimpangan dan ketidakadilan masih terjadi, demikian pula rasisme antar kulit putih dan kulit hitam terus belangsung,” tukasnya.
Ia melanjutkan, adapun di Indonesia dengan beragam suku dan budaya serta berbagai heteroginitasnya sebagai bangsa yang besar, mampu menjaga kebersamaan dan harmoni. Bagi Prof Dede, inilah the Miracle of (keajaiban) Bhineka Tunggal Ika.
Disebut keajaiban, jelas Prof Dede, karena semboyan itu mampu menayatukan beragam suku, budaya, dan agama hidup secara berdampingan. Meskipun belum sepenuhnya baik.
“Disinilah peran serta anak anak muda dalam menyelesaikan problematika bangsa dalam kebersamaan sebagai komitmen dalam menjaga serta meneruskan cita-cita para pendiri bangsa,” pungkasnya.(fkub/eky)