Home > Berita dan Kegiatan > FKUB Kota Administrasi Jakarta Utara Menyelenggarakan Kegiatan Dialog Moderasi Beragama
Berita dan Kegiatan

FKUB Kota Administrasi Jakarta Utara Menyelenggarakan Kegiatan Dialog Moderasi Beragama

(FKUB Jakarta) Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Administrasi Jakarta Utara menyelenggarakan kegiatan Dialog moderasi beragama dan silaturahmi tokoh agama pada hari Sabtu, 26/3/22,  bertempat di Gedung Gereja El-Bethel Sunter, Jakarta Utara berlangsung harmonis dan guyub.

Kegiatan Dialog moderasi beragama dan silaturahmi tokoh agama dihadiri oleh berbagai tokoh agama, Tokoh Ormas Keagamaan, Pengurus Tempat Tempat Ibadah dan bersama pengurus FKUB Jakarta Utara.

Narasumber pada kegiatan tersebut antara lain: Prof. DR. H.  Dede Rosyada, MA -Ketua FKUB DKI Jakarta, Drs. H Abi Ichawanudin, Msi., M.H. -Sekretaris FKUB DKI Jakarta, dan  DR. H. Moh.  Komarudin, MPd. -Kepala Kantor Kemenag Jakarta Utara, ketiganya merupakan tokoh penting dalam kehidupan beragama di Jakarta.

Kegiatan tersebut dipandu oleh DR. KH Ade Purnama Hadi,  MA  sebagai moderator yang merupakan da’i kondang TV one dan sebagai Pengurus FKUB Jakarta Utara, acara dialog dan silaturahmi berjalan dengan lancar.

Pada kesempat itu, Ketiga narasumber menyampaikan pesan yang sama, yaitu bagaimana menciptakan kerukunan diantara sesama masyarakat Indonesia yang mempunyai ragam suku, agama dan budaya melalui toleransi beragama.

Dikatakan bahwa Toleransi berasal dari kata toleran, yang artinya menahan, mencoba menghargai apa yang tidak disukai atau yang tidak sejalan. Toleransi  beragama artinya menghargai akidah agama lain.

Toleransi diperoleh sebagai  hasil dari  moderasi beragama.

Menurut DR. Komarudin bahwa moderasi beragama merupakan proses memoderatkan implementasi nilai-nilai agama dari cara pandang masingmasing untuk menumbuhkembangkan toleransi dari keberagaman, yang kemudian menghasilkan toleransi.

Pada tahun 2022 ini telah dicananangkan sebagai tahun toleransi oleh Bapak Presiden Joko Widodo dengan Kota Manado Sulawesi Utara sebagai Bumi Toleransi.

Sementara itu, Drs.KH Abi Ichwanudin, M.Si., M.H lebih menggarisbawahi pada penertiban ijin rumah ibadah yang telah diatur dalam PBM Mendagri dan Menag no. 9-8 th. 2006 dan Pergub DKI no. 83 th. 2012, dimana dikatakan bahwa yang diatur dalam perijinan rumah ibadah adalah administrasi nya, bukan cara ibadahnya.

Kiai Abi demikian sebutan akrabnya selaku Sekretaris FKUB Provinsi DKI Jakarta menyebutkan syarat-syarat pendirian / perijinan rumah ibadah secara detail, diantaranya adalah :

  • Bentuk rumah ibadah mempunyai ciri khusus
  • Dikatakan rumah ibadah jika digunakan secara permanen dan berkelanjutan
  • Tidak termasuk rumah ibadah keluarga
  • Rumah ibadah telah sesuai dengan KRK (Keterangan Rencana Kota)
  • Mempunyai AD/ ART
  • Surat keterangan terdaftar pada Kemenag
  • Adanya surat pengangkatan pengurus rumah ibadah
  • Adanya sejarah keberadaan rumah ibadah
  • Sertifikat Hal Milik (SHM) atas nama rumah ibadah
  • Surat pernyataan tidak sengketa
  • Fotokopi KTP dan pernyataan jemaah / pengguna (90 orang) dan ditandatangani Lurah & Camat
  • Fotokopi KTP dan pernyataan dukungan oleh 60 orang di sekitarnya yang tidak keberatan dengan didirikannya rumah ibadah tersebut
  • Persyaratan tidak keberatan atas didirikannya rumah ibadah

Kiai Abi menegaskan, bahwa penertiban ijin rumah ibadah ini tidak untuk mempersulit, bahkan untuk mengedukasi setiap pengurus rumah ibadah ataupun warga sekitar untuk tertib administrasi, karena diketahui bahwa berdasarkan survey, hanya 0.26 % rumah ibadah di seluruh DKI ini yang mempunyai ijin / IMB, pungkasnya.

Di penghujung acara dialog, Prof. DR. Dede Rosyada, MA selaku Ketua FKUB Provinsi DKI Jakarta menyampaikan pesan bahwa adanya toleransi menciptakan kesejahteraan, untuk bersama-sama membangun bangsa tanpa membedakan.

Menyadur yang disampaikan  Gubernur DKI Jakarta dalam acara Rapat Koordinasi FKUB DKI Jakarta pada 24 Maret 2022, bahwa Toleransi haruslah twin tolerance,imbuhnya.

Prof Dede juga mempunyai istilah yang hampir sama, mutual tolerance, yang artinya hampir sama, yaitu saling memahami, saling mengerti dan menyatu diantara keduanya, tanpa membedakan.

Menutup acara dialog, Prof Dede menegaskan bahwa indicator paling penting dalam toleransi adalah kerjasama, sehingga tercipta kohesifitas / kesenyawaan di dalam sebuah lingkungan yang beragam. Juga diharapkan, ceramah-ceramah agama saat ini tidaklah hanya melulu Surga dan neraka, namun lebih mengarah pada toleransi umat beragama, saling menghormati hari-hari besar agama lain, sehingga semakin tercipta kerukunan diantara semua.(fkub/tello).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *