Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang jatuh tanggal 1 Syawal menurut kalender Qomariyah tahun Hijriyah. Perayaan Idul Fitri berhubungan dengan selesainya puasa selama bulan Ramadhan dan telah ditunaikan zakat fitrah. Puncaknya, shalat Ied yang dilaksanakan di masjid-masjid atau di lapangan. Malam menjelang shalat Ied kumandang takbir dari masjid, mushola bahkan ada pawai takbir. Bagi kaum urban, mudik Iedul Fitri menjadi ritual sosial yang tak tergantikan. Pulang kampung. Ketemu orang tua, halal bi halal saling memaafkan dan mendoakan. Anak minta doa dan restu orang tua dan orang tua mendoakan anak-anak serta cucunya. Bagi yang orang tuanya sudah meninggal, mereka ziarah kubur untuk mendoakan kebaikan bagi orang tuanya. Shalat Ied dan silaturrahmi itulah esensi perayaan hari raya Iedul Fitri.
Kata Ied berasal dari kata aada-yauudu yang berarti kembali. Sedangkan kata fitri berarti suci. Kata fitri juga berarti buka puasa berdasar dari kata ifthar-masdar afthara yufthiru. Selanjutya kata fitri berarti bersih, suci dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan, diambil dari pemahaman sebuah hadis “barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata mengharap ridho Allah maka diampuni dosa-dosa yang telah lalu” (HR.Muttafaq Alaih). Dari hadis inilah Iedul Fitri dimaknai kembali ke fitrah, suci seperti awal kejadian seorang bayi yang baru lahir tanpa dosa dan salah. Kegembiraan yang menyertai perayaan Iedul Fitri adalah mengagungkan nama Allah dengan takbiran di malam hari, awal bulan Syawal disetai memuliakan sesama manusia dengan berbagi (zakat). Zakat disebar untuk orang fakir dan miskin dan mereka yang berhak menerima zakat lainnya. Zakat tidak boleh dibagikan kepada kafir dhimmi, sebagaimana mereka tidak boleh mengikuti shalat Iedul Fitri. Dalam ibadah dan berkeyakinan berlaku dalil “lakum dinukum waliyadin” bagimu agamamu dan bagiku agamaku ( Q.S. 109: 6). Tidak ada toleransi dalam ibadah dan keyakinan. Toletansi ada dalam ranah muamalah, yang berhubungan dengan relasi sosial.
Perbedaan perayaan hari raya Islam (Iedul Fitri dan Iedul Adha) dengan perayaan hari raya yang lain adalah, tidak ada pesta pora, tidak ada tari-tarian, nyanyian dan mabuk. Sebelumnya, orang Arab sebelum Islam mengikuti perayaan hari raya Nairuz dan Mahrajan yang diwarisi dari tradisi kuno. Mereka mabuk, makan, menari dan menyanyi untuk melampiaskan kesenangan (Ensiklopedi Islam). Islam datang menggantikan dan memperbaiki tradisi yang tidak mengagungkan Tuhan dan memuliakan sesama manusia tersebut. Jadi, meskipun orang Islam bergembira dalam merayakan Iedul Fitri mereka tidak bebas berbuat apa saja. Ingat kepada Allah dan ingat kepada nasib orang-orang yang belum beruntung. Itulah makna Iedul Fitri yang diajarkan kepada kita dan kita alami selama ini.
Bagi umat beragama lain, ada ruang untuk ikut bersama-sama saudara muslim dalam merayakan seremonial. Ritual zakat, sholat Iedul Fitri dan mengumandangkan takbir di masjid hanya untuk orang Islam. Sedangkan seremonial yang melengkapi kebahagiaan Iedul Fitri adalah acara halal bi halal yang diselenggarakan oleh warga bangsa sejak zaman me zaman. Konon acara ini bermula dari era kesultanan Surakarta. Sultan atau raja berkehendak meminta maaf kepada warga. Dikumpulkanlah para kawula di bangsal keraton. Raja serta permaisuri duduk di kursi singgasana kemudian punggawa satu persatu melakukan “sungkeman” saling meminta maaf. Tradisi ini berlanjut hingga sekarang menjadi acara Halal bi Halal. Sebagai sebuah perayaan (seremoni) halal bi halal bukan upacara sakral (ritual). Halal bi halal terbuka untuk siapa saja. Semua penganut agama boleh melakukannya. Apakah dia sebagai pejabat atau atasan maupun sebagai bawahan. Halal bi halal memiliki makna silaturrahmi, mempererat persaudaraan dan keakraban. Saling memaafkan terhadap kekesalan dan kesalahpahaman.
Indonesia sebagai negara kebangsaan yang multikultural, silaturrahmi halal bi halal dapat menjadi pembelajaran toleransi. Pada acara ini kita mengetahui serta menghargai adanya pegawai.