Home > Artikel > Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kesatuan dan Persatuan Bangsa
ArtikelKolom Pimpinan FKUBUtama

Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kesatuan dan Persatuan Bangsa

Dede Rosyada
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama
Provinsi DKI Jakarta

Pendahuluan

Ditegaskan pada pasal 1 ayat 1 UUD 1945, bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sejak awal kemerdekaan, Indonesia sudah menegaskan bahwa negara yang baru dibentuk tahun 1945 itu adalah negara kesatuan, yang menyatukan seluruh etnik, budaya dan agama. Sejak awal, Indonesia tidak pernah berpretensi untuk membentuk negara yang monolitik, baik etnik, bahasa maupun agama, tapi mengakomodir seluruh masyarakat eks pemerintahan Hindia Belanda, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan ragam etnik, budaya, bahasa serta latar belakang penganut agama. Keragaman tersebut diikat dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang tertulis dalam lambang negara Burung Garuda, dan ditetapkan dalam PP 66 Tahun 1951, pasal 5 yang berbunyi: Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA , yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu.

Secara etnik, hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, masyarakat Indonesia terdiri dari 31 etnik besar, tapi secara keseluruhan dengan seluruh sub etnik yang masih ada sampai sekarang mencapai 1340 etnik . Dan berdasarkan sensus tersebut, penduduk Indonesia yang berasal dari etnik Cina dan taiwan, mencapai 2.832.510, atau sekitar 1,2 %, dari semua penduduk Indonesia, sementara penduduk Indonesia yang berasal dari Amerika, Arab, Australia, India, Inggris, Jepang, Korea, Malaysia, Pakistan, Philipina, Singapura, Thailand, Belanda mencapai angka 162.772 orang, atau sekitar 0,07 %. Etnik terbesar dari penduduk Indonesia menurut hasil SP 2010, adalah Jawa, dengan komposisi sekitar 40.22 %, diikuti dengan etnim Sunda yang mencapai 15.5 %. Selebihnya adalah etnik-etnik kecil.

Demikian pula dari aspek agama, para pendiri bangsa, termasuk KH Wachid hasyim dan Kibagus Hadikusumo yang mewakili kalangan agama dalam Pantya Prsiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Dokuritsu Tyumbi Iinkai, yang dibentuk oleh Jenderal Terauchi di Saigon, pada tangal 7 Agustus 1945 , tidak serta merta meminta agar Indonesia dijadikan negara Islam seperti pakistan yang merdeka 2 tahun kemudian setelah Indonesia, tapi menyepakati untuk membentuk negara kesatuan, yakni menyatukan masyarakat yang beragam, baik dari latar belakang etnik, budaya maupun agama. Agama yang dianut masyarakat Indonesia pada generasi awal tersebut meliputi Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Dan kini sudah memperoleh tambahan agama Kong Hu Chu, yang semula dilarang dengan instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1967 , kini Inpres tersebut dicabut kembali dengan Kepres No. 6 taahun 2000 . Dengan demikian, kini agama yang dianut oleh bangsa Indonesia dan diakui pemerintah menjadi enam (6) Islam, Kristren, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Berdasarkan SP 2010, agama Kong Hu Chu baru dianut oleh 0.07 % bangsa Indonesia. Dan SP 2010 juga menemukan bahwa penduduk Indonesia yang berasal dari etnik China ada dalam kisaran 1.2 %. Dengan demikian, maka penganut Agama Khong Hu Chu hanya sekitar 5.8 % dari keseluruhan etnik Cina di Indonesia.

Ini sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh siapapun dari masyarakat Indonesia. Akan tetapi, semuanya memiliki tujuan yang sama, yakni Indonesia yag maju dan sejahtera. Dan untuk kemajuan perlu perjuangan dengan karya-karya produktif dari seluruh masyarakat Indonesia, tanpa membedakan latar belakang etnik, budaya dan juga agama. Dan sebaliknya, mereka harus mampu melakukan kolaborasi yang harmonis, kerjasama bisnis yang dinamis dan efektif membangun ekonomi bangsa menuju bangsa maju dan sejahtera.

Mengapa Harus Rukun

Beragam itu kenyataan, dan tidak bisa dihindari oleh siapapun, tetapi rukun dan damai itu pilihan, yang bisa diusahakana atau tidak diusahalkan. Demikian Gubernur DKI Anis Baswedan memulai pidatonya dalam menyapa umat Kristiani di malam natal, baik di Gereja Immanuel, maupun di Kathedral Jakarta. Bangsa Indonesia yang ragam latar belakng etnik, budaya dan agamanya itu, kini dihadapkan pada tantangan ke depan yang menuntut mereka untuk bahu membahu, bergandengan tangan dalam terus membangun ekonomi bangsa, agar tidak terlindas kemajuan negara-negara ASEAN lainnya. Untuk itulah bangsa Indonesia diharapkan mampu membangun kerukunan intern dan antar umat beragama, sehingga mampu mengembangkan kolaborasi yang harmonis untuk membangun bangsa Indonesia menjadi salah satu bangsa maju yang disegani oleh dunia.

Kerukunan umat beragama, tidak sesempit hanya dalam makna menghargai perbedaan tradisi masyarakat dalam mehyelanggarakan upacara keagamaan, sesuai sistem keyakinan mereka masing-masing, tapi sejalan dengan definisinya dalam PBM No. 9 dan 8 tahun 2006, bahwa kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikTahun 1945 .

Salah satu makna kerukunan, sesuai definisi di atas, adalah kerjasama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konteks kerjasama ini pasti diorientasikan pada kehidupan bermasyarakat dalam konteks profesi dan juga sosial. Ini sejalan dengan visi bangsa ke depan menuju negara maju, mandiri dan sejahtera, melalui kekuatan sumber daya manusianya. Untuk itulah, bangsa Indonesia harus membiasakan pengembangan kerjasama profesi dan sosial dalam lintas kebangsaan, tidak tersekat oleh perbedaan etnik, budaya dan agama. Dengan demikian seluruh potensi bangsa bisa termanifestasikan dalam karya untuk kemajuan bangsa.

Potensi kerjasama profesi menyebar di semua kelompok etnik dan di semua penganut agama. Potensi berbisnis bukan hanya ada pada etnik Tionghoa, tapi juga ada pada etnik Minang, Jawa, Sunda dan pada etnik-etnik lainnya. Demikian pula, bahwa potensi untuk pengembangan bisnis bukan hanya pada etnik Batak, tapi juga pada etnik-etnik lainnya. Oleh sebab itu, semua anak bangsa harus bisa saling menghargai hak masing-masing.

Visi Indonesia sudah diputuskan dalam UU No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Ditegaskan dalam lampiran Undang-Undang tersebut, bahwa visi Indonesia sampai tahun 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur . Kemandirian ditandai dengan produktifitas sumber daya manusianya, mereka harus pintar dan cerdas, pekerja keras, inivatif dan bisa nyaman berkarya, sehingga SDM Indonesia memiliki daya saing yang kuat, dan disegani oleh dunia. Maju artinya ekonominya tumbuh positif, dan pertumbuhan ekonomi lebih banyak dihasilkan oleh karya-karya kreatif SDM nya. Kemajuan sebuah bangsa diukur oleh peningkatan rerata pendapatan perkapitanya, sementara keadilan dan kemakmuran selalau diukur dengan pemerataan, semakin tinggi tingkat pemerataan, maka akan semakin adil dan makmur sebuah bangsa. Tapi sebaliknya, semakin besar gap pendapatan antara satu orang dengan lainnya, maka akan semakin tidak makmur sebuah bangsa, dan biasanya pemerintah gagal memelihara stabilitas keamanan bangsanya.

Untuk mewujudkan visi tersebut, pemerintah Indonesia sudsah merumuskan delapan (8) misi penting, yakni :

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing, melalui pendidikan berkualitas dan penelitian serta penemuan teknologi baru yang relevan dengan penembangan ekonomi dan peradaban.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, memperkuat peran masyarakat sipil, otonomi daerah serta memperkuat law enforcement.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu, dengan memperkuat profesionalisme TNI POLRI, mencegah terjadinya tindak kejahatan kriminal.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, meningkatkan pemerataan, keseimbangan kemajuan ekonomi antar daerah.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari, pembangunan yang menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional

Undang-Undang ini memastikan bahwa Indonesia berkehendak dan sedang terus berusaha untuk mengembangkan diri menjadi negara maju dengan kekuatan SDM (Sumber Daya Manusia), dan tidak akan terus menerus mengandalkan SDA (Sumber Daya Alam). Dengan demikian, SDM Indonesia harus menjadi insan-insan cerdas, kreatif dan innovatif, karena komoditi ke depann adalah karya-karya kreatif dan inovatif mereka yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dan bahkan, kendati komoditi itu berbentuk produk-produk pangan, atau bahkan manufaktur, tapi orientasi pasarnya akan melampaui batas-batas garis primordial. Dengan demikian, anak-anak bangsa hari ini, dan anak-anak bangsa yang sedang dipersiapkan untuk masa depan, harus dibiasakan untuk bisa berfikir lebih terbuka, untuk berkolaborasi dengan berbagai lintas etnik budaya dan agama, dan bahkan mereka harus dibiasakan untuk berkolaborasi dan mengembangkan kemitraan berbisnis secara regional baik pada level ASEAN, ataupun negara-negara APEC. Oleh sebab itu, manusia Indonesia ke depan harus dilatih, dibiasakan dan memiliki kompetensi Critical thinking, communication, collaboration dan creativity and Innovation .

Hidup rukun adalah sebuah pandangan, sikap dan tindakan nyata yang diperlukan untuk menjadi masyarakat maju sekarang dan masa mendatang. Kendati bukan menjadi kompetensi utama untuk sebuah kemajuan ekonomi bangsa, tetapi hidup rukun menjadi faktor pendukung yang sangat penting, karena skil dan kemampuan SDM Indonesia tidak akan mampu membawa bangsa menjadi maju, jika mereka sendiri masih tersekat oleh perbedaan primordial, etnik, budaya dan agama. Oleh sebab itu, UNESCO sendiri sudah berketetapan, bahwa untuk menjadi bangsa maju di abad ke-21, semua anak bangsa harus dilatih kolaborasi, yakni bisa bekerja sama dengan siapapun, tanpa tersekat oleh perbedaan-perbedaan primordial, komunikasi dan partnership lintas etnik, budaya, agama dan bahkan lintas bangsa, apakah dalam skala lokal, regional atau bahkan dalam skala global. Untuk bisa berkolaborasi secara regional, bangsa Indonesia harus membiasakan diri berkolaborasi dengan dengan sesama sebangsa dahulu, yang secara faktual, bahwa bangsa Indonesia sendiri multi etnik, multi agama dan juga multi budaya.

Kemudian bila melihat pada delapan misi pembangunan nasional, tiga di antaranya terkait dengan kerukunan, yakni perwujudan bangsa bermoral, berdaya saing dan bangsa yang damai dan bersatu. Kendati bukan variabel utama untuk memajukan ekonomi bangsa, tapi tiga misi nasional tersebut menjadi pendukung penting untuk pengembangan karya-karya produktif, kreatif dan inovatif. Tidak mungkin masyarakat akan produktif dalam karya-karya profesional untuk kemajuan ekonomi bangsa, jika masyarakatnya terus-terusan dalam konflik horisontal. Dan bagaimana bisa produktif melahirkan karya-karya inovatif, jika agama masih menjadi penghalang untuk kolaborasi dan pengembangan karya-karya inovatif untuk kemajuan ekonomi bangsa. Ekonomi dan peradaban bangsa bisa terus dikembangkan jika masyarakatnya bersatu, serta kokoh dalam persatuan dan kesatuan. Akan tetapi, persatuan dan kesatuan tersebut, tidak akan terbangun jika mereka tidak mampu mengebangkan dan mempertahankan kerukunan dan masih tersekat oleh perbedaan-perbedaan primordial.

Bagaimana Rukun

Agama adalah sebuah keyakinan. Dan setiap orang yang sudah memiliki keyakinan, sangat sulit untuk bisa meyakini kebenaran di luar yang diyakininya. Dengan demikian, rukun itu bukan menerima kebenaran yang diyakini orang lain, tapi menghargai keyakinan orang lain. Mukti Ali mengatakannya Agree in disagreement, setuju dalam perbedaan, atau setuju untuk berbeda. Sejalan dengan makna tersebut, setiap bangsa Indonesia diharapkan selalu menghormati keyakinan dan kepercayaan saudaranya yang berbeda, menghormati mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya, tidak menggangu, tidak menghalangi, dan bahkan mungkin bisa saling membantu, di luar substansi ritus keagamannya. Dengan mengutip GBHN 1978, Nazmudin menyatakan, bahwa pembinaan kerukunan tersebut dikembangkan untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam upaya membangun masyarakat Indonesia , dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan mengutip pernyataan Bung Hatta dalam bukunya Bung Hatta Menjawab, Safril Hidayat menjelaskan bahwa “Ke Ika-an di dalam Bhinneka Tunggal Ika, adalah berujud unsur-unsur kesatuan dalam kehidupan bangsa, dalam arti adanya segi-segi kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan dan kejiwaan yang bersatu dan dipegang bersama oleh segala unsur-unsur ke-Bhinneka- an itu” . Penyatuan seluruh unsur bangsa yang beragam ini, kini sudah diinstrumentasi dengan Paeratutan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Mentri Agama RI, dengan kerukunan, dalam tiga konotasi, menghormati keragaman, menghargai kesetaraan, dan mengembangkan kerjasama dalam bidang kehidupan kemasyarakatan.

Bagaiana kerukunan dalam konotasi menghormati keragaman, menghargai kesetaraan dan mengembangkan kerjasama untuk membangun masyarakat Indonesia, bisa dilaksanakan dalam kehidupan sosial di Indonesia. Dengan mengadaptasi deklarasi budaya damai UNESCO, tahun 2004 , beberapa poin penting untuk bisa dikembangkan dalam rangka melaksanakan budaya rukun adalah:

1. Hargai kehidupan, akhiri kekerasan baik fisik maupun psikologis, promosikan dialog dan kerjasama.
2. Hargai Hak Asasi Manusia, dan hargai hak-hak fundamental dari setiap warganegara.
3. Hargai hak setiap anak bangsa untuk memperoleh kesempatan untuk maju.
4. Hargai dan promosikan kesamaan hak setiap anak bangsa untuk memperoleh kesempatan dan peluang dalam pengembangan kehidupan mereka.
5. Hargai dan promosikan hak setiap anak bangsa untuk memperoleh akses pada informasi.
6. Taati oleh semua prinsip-prinsip; kebebasan, keadilan, demokrasi, toleransi, solidaritas, kerjasama, pluralisme, keragaman budaya, dan dialog, serta tingkatkan pemahaman semua anggota masyarakat di semua level, tentang semua prinsip tersebut.

Ini sebagian dari deklarasi 2004 di Nigeria, dalam rangka mengajak dunia untuk terus memajukan dan mengkampanyekan dunia damai, dunia harmois, dan dunia sebagi tempat yang paling nyaman untuk semua warga dunia untuk berkarya. Diawali dengan sikap saling menghargai, saling menghormati keragaman, diikuti kemudian dengan sikap toleransi, pluralistik, kerjasama, dialog dan mengembangkan saling memahami satu sama lain. Jika ini sudah dapat dikembangkan oleh bangsa Indonesia, maka negara ini benar-benar sudah rukun, dan sudah tidak ada sekat-sekat sosial akibat keragaman etnik, budaya dan agama.

Ciputat, 28 Januari 2020

DAFTAR PUSTAKA

  • Ali, Mukti, (1975), Kehidupan Beragama Dalam Proses Pembangunan Bangsa. Bandung: Proyek Pembinaan Mental Agama, h. 4.
  • Building a Culture of Peace for the Present and Future Generations,A UNESCO Document, 2004. p. 16.
    Hidayat, Safril, 2017,BHINNEKA TUNGGAL IKA, Paper diresentasikan di Universitas Pertahanan, h. 3
  • Inpres No. 14 tahun 1967 mnegaskan, bahwa, etnik Cina tidak boleh menyelenggarakan ibadah keagamaan sesuai affinitas kulturalnya secara terbuka, dan hanya boleh melakukannya secara tertutup dalam keluarga.
  • Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 14 tahun 1967 tentang agama kepercayaan dan adat istiadat cina
  • Kemenkominfo, Suku Bangsa, Portal Informasi Indonesia, Indonesia, go.id.. 2017.
  • Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan instruksi presiden nomor 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat cina
  • Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002 tentang hari tahun baru imlek
  • Lampiran Undang-Undang No. 17 tahun 2007, rencana Pembangunan jangka Panjang nasional 2005-2025,
  • Lembaran Negara, Biro Peraturan Peundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, Sekretariat Negara, No. 33 tahun 2007, h. 36.
  • Naim, Akhsan, Hendry Saputra (2011), Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, Dan Bahasa sehar-hari, Penduduk Indonesia, Sensus Penduduk 2010, Badan Pusat Statistik,
    Nazmudin. 2017. “Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam MembangunKeutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Journal of Government and Civil Society,Vol. 1, No. 1, h. 32.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 66 tahun 1951 tentang lambang negara.
  • Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 9 dan No. 8 tahun 2006, Tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forumkerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.
  • Rinardi, Haryono, Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia, Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2, No. 1, 2017, hlm.143-150.
  • Scott, Cynthia Luna, (2015) ,THE FUTURES OF LEARNING 2: WHAT KIND OF LEARNING FOR THE 21st CENTURY?,EDUCATION RESEARCH AND FORESIGHT, WORKING PAPERS 2015 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, h. 5.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *