FKUB Provinsi DKI Jakarta memilik tugas yang salah satunya adalah melakukan sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan tentang kerukunan dan pemberdayaan masyarakat. Tahun 2014 Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden secara langsung. Pilpres kali ini adalah untuk yang ketiga kalinya dilakukan oleh rakyat secara demokratis (bebas, langsung, jujur dan adil). Masalahnya, tahun 2014 merupakan akhir dari masa transisi reformasi. Rakyat menanti hasil reformasi dengan perasaan was-was, apakah Indonesia akan tetap sebagai negara berkembang atau menjadi negara maju. Berdasarkan hasil survey, dialog di media dan perbincangan di ruang publik, masyarakat bangsa mengharapkan munculnya pemimpin bangsa yang mempu memecahkan problem, atau pemimpin transformatif. Sayangnya, gejala politik yang ada menunjukkan tanda-tanda munculnya pemimpin transaksional sangat kuat. Pileg dan Pilpres hanya dapat diikuti oleh mereka yang memiliki partai, pemilik modal atau selebritis. Para pemimpin dari berbagai profesi, pemimpin keilmuan dan keulamaan serta pelaku perubahan dalam masyarakat yang sangat berbakat sebagai pemimpin transformatif tetapi tidak memiliki kemampuan finansial tentu tidak tertarik mengikuti Pileg dan Pilpres. Bisa kita bayangkan pemimpin seperti apa yang akan dihasilkan oleh pemilu yang akan datang.
Oleh karena itu FKUB memandang perlunya penyadaran dan dorongan agar peran pemuka dan tokoh agama mengambil peran dalam melakukan redukasi terhadap masyarakat dalam menggunakan hak pilih mereka pada pemilu 2014 mendatang. Peran yang dapat dilakukan oleh pemuka agama dan tokoh masyarat adalah memberikan pembelajaran tentang siapa yang mesti dipilih sebagai wakil di lembaga legeslatif dan siapa presiden serta wakil presiden mendatang. BJ Habibie dalam acara Mata Najwa yang disiarkan oleh Metro TV jam 20.00-21.30 tanggal 5 Februari 2014 menyatakan kreteria pemimpin Indonesia yang hendaknya kita pilih pada pemilu tahun ini adalah mereka yang mampu memecahkan masalah (problem solvers) dan dari kelompok umur antara 40-60 tahun. Presiden kita yang ketiga telah memberikan contoh pembelajaran politik kepada masyarakat siapa yang akan kita pilih sebagai memilih pemimpin (nasbul imamah) yang bercorak transformastif. Tugas kebangsaan yang menjadi tanggung jawab pemimpin agama dan tokoh masyarakat adalah penyadaran akan pentingnya pemimpin transformatif bagi bangsa Indonesia. Pemimpin yang dapat memecahkan masalah bangsanya, pemimpin yang dapat memberikan harapan masa depan Indonesia Raya, pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kesejahteraan rakyat dan berani menegakkan keadilan.
Pemimpin transformatif dalam sejarah telah dicontohkan oleh para rasul, nabi, mursyid dan tokoh agama lainnya. Kita dapat kembali belajar kepemimpinan transformatif mereka dimulai dari dialog lintas agama seperti yang sekarang sedang kita lakukan. Dimulai awal tahun 2014, terkait dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Imlek, Nyepi, Waisyak, Kenaikan Isa al masih dan seterusnya. Para orang suci tersebut dengan corak kepemimpinan mereka masih-masih telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi umat manusia dalam membangun peradaban yang berketuhanan dan bermoral (akhlak mulia). Pemimpin-pemimpin agama seperti itu dilahirkan untuk dijadikan teladan, contoh dan referensi dalam membangunan dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana diamanatkan oleh UUD 1945 yaitu negara kesejahteraan, adil dan makmur.
Pemimpin yang berhati seperti nabi dan berfikir seperti filosuf, menurut Al Farabi adalah pemimpin ideal untuk umat manusia. Bagaimana menurut kita, para pemuka agama dan tokoh masyarakat, yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)? Siapa pemimpin transformatif tersebut? Bagaimana kondisi bangsa dan negara kita? Di bidang ekonomi kita masih lebih menikmati impor dan melemahnya ekspor, nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar dan jumlah rakyat miskin lebih dari 28 juta orang. Pendapatan nasional dan individu stagnan, tidak bisa beranjak naik dari kelas menengah ke kelas yang lebih tinggi. Praktik politik ditandai dengan transaksional, pencitraan dan bahkan kebohongan yang luar biasa. Penyelenggaraan negara yang jauh dari prinsip good government. Moralitas pemimpin yang rendah, korupsi meraja lela, budaya kekerasan dan konflik primordial senantiasa muncul di berbagai daerah serta ancaman penghancuran generasi muda melalui penyalahgunaan narkoba dan pornografi yang sangat luar biasa. Akhirnya banyak orang menjadi pesimis terhadap masa depan bangsa. Bahkan banyak pengamat yang menganggap Indonesia mendekati negara gagal. Jalan keluar dari negara gagal menjadi negara yang sejahtera sangat ditentukan oleh kepemimpinan transformatif, pemimimpin yang mampu melakukan perubahan dari ketertinggalan kepada kemajuan, dari pesimisme menjadi optimisme dan pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya.
Keteladanan Nabi Muhammad SAW
Gerald Greenberg dan Robert A Baron dalam Jurnal Behavior in Organization, Ohio State University, 2003 menyatakan bahwa kepemimpinan transformatif adalah pemimpin yang menggunakan kharisma mereka untuk melakukan perubahan, dan merevitalisasi organisasi mereka untuk merealisasikan tujuan dan target yang telah ditentukan. Pemimpin transformatif adalah mereka yang bertindak sebagai mentor (mengajar dan menjadi teladan dalam tindakan). Sebagai bapak yang melindungi dan sekaligus sahabat yang dicintai. Sebagai orang beragama, kita meyakini bahwa kharisma itu muncul dari pribadi agung yang dibentuk oleh Allah SWT. Mereka itu dalam Islam disebut sebagai Nabi ulul azmi, yaitu nabi yang teguh atau komitmen dalam cita-cita (visi dan misi), keimbangan emosional (sabar) dan dedikatif kepada Tuhan untuk kepentingan umat manusia. Mereka yang disebut sebagai ulul azmi adalah Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Muhammad SAW.
Muhammad SAW dilahirkan dari kalangan bangsawan dalam keadaan yatim, diasuh secara tradisional pedesaan, diberikan kepercayaan dalam pengembalaan ternak dan perdagangan. Beliau tumbuh sebagai pemuda yang dapat dipercaya (al amin), dewasa dengan kesadaran akan dekadensi moral sukubangsanya, berupaya melakukan perubahan (dakwah) agar masyarakat sekitarnya keluar dari kegelapan (kejahiliyahan), membangun masyarakat madani, dimulai dari membangun masjid, membangun kerukunan antara suku satu dengan suku yang lain, serta membangun kerukunan antarumat beragama. Hasilnya, secara fisik adalah merubah Yatsrib, sebuah kawasan pemukiman yang mengambil nama tokoh Yahudi menjadi Madinah yang berarti kota, berperadaban. Menyatukan suku-suku bangsa di seluruh jazirah Arabia menjadi satu kesatuan umat (Islam) yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinnggi syura dan mewujudkan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya.
Nabi Muhammad SAW adalah penggagas bangungan sosial budaya, ekonomi, politik dan keamaan kawasan Arabia yang disebut dengan umat yang unggul (khaira umat), memproduksi kebajikan dan menolak kerusakan sosial budaya masyarakat. Beliau menyaksikan hasil apa yang dicita-citakan, menikmati hasil bangunan sosial yang digagasnya dan memberikan statemen tentang kesempurnaan ad dien, kesempurnaan nikmat dan pesan-pesan moral kemanusiaan sebagaimana yang disampaikan beliau dalam pidato perpisahan (khutbah Wada) di Padang Arafah. Nabi wafat dalam usia 63 tahun setelah mengalami penderitaan luar biasa karena ditentang dan dimusuhi bahkan diusir dari negerinya sendiri, oleh bangsa sendiri. Nabi bangkit mempinpin perubahan dan berhasil. Apa kunci keberhasilan beliau? Kepemimpinan transformatif atas prinsip kebenaran (sidik), jujuran (amanah), akuntabel (tabligh) dan cerdas (fathanah). Modal dasar kepribadian beliau adalah orang yang dapat dipercaya (al amin). Sedangkan modal sosial beliau dibangun berdasarkan kharima dan musyawarah.
Menentukan Pemimpin Indonesia Mendatang
Bangsa dan rakyat Indonesia mesti memilih pemimpin untuk dirinya dan masa depan bangsanya. Demokrasi sudah kita pilih sebagai cara untuk melahirkan pemimpin. Kegagalan pemimpin dalam mewujudkan cita-cita bangsa tidak semata-mata kesalahan mereka. Kita semua juga memiliki andil dalam kegagalan ini, yakni pilihan kita yang salah. Mengapa kita salah pilih? Kita tidak mengetahui siapa sebenarnya calon yang kita pilih. Tipe kepribadiannya seperti apa, bagaimana sejarah hidup dan catatan perjalanan mereka, apakah mereka itu orang yang benar-benar jujur, benar, akuntabel dan cerdas? Atau kita memilihnya karena mereka memberikan sesuatu hadiah atau janji-janji yang melangit, menggunung dan luas seperti samudra? Indonesia negara yang kaya sumber daya. Sejarah kemerdekaan dan kedaulatan dari penjajahan dan kesadaran kebangsaan (nasionalisme) kita muncul seiring dengan RRC, India. Kemerdkaan kita lebih dahulu ketimbang Malaysia, Singapura, Korea dan Vietnam. Kalau kita mau jujur, mengapa kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tersebut, jawabannya adalah kegagalan kepemimpinan. Pemimpin pertama kita Soekarna, awalnya kita puja-puja dan kita agungkan, akhirnya kita jatuhkan. Pemimpin kedua, Soeharto juga kita jatuhkan setelah kita angkat beliau sebagai bapak pembangunan, pemimpin ketiga BJ. Habibi kita tolak pertangungjawabannya, pemimpin ke empat, Gur Dur kita lengserkan. Bagaimana dengan pimpinan kita kelima dan keenam? Keduanya kita anggap keduanya tidak memiliki kemampuan dan keberanian serta ketegasan. Siapa yang memilih mereka? Di mana peran pemuka agama dalam membimbing umat dalam memilih pemimpinnya? Silahkan kita melakukan instrospeksi dan muhasabah untuk menentukan masa depan bangsa. Kita harus berani mengambil pelajaran dari masa lalu untuk benar-benar mempertimbangkan kepada siapa suara kita berikan. Pikir dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna!
Penutup
FKUB adalah salah satu institusi yang dipandang sebagai sumber inspirasi perdamaian. Melaui dialog, mendengarkan aspirasi dan kemudian melakukan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat, FKUB dapat memberikan sumbangan untuk pembangunan karakter bangsa, termasuk karakter pemimpin dan kepemimpinan yang ideal bagi Indonesia. Pemahaman terhadap masalah bangsa dan solusinya juga perlu disampaikan oleh pimpinan umat beragama kepada jamaah masing-masing. Kita semua memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan perjalanan bangsa dan negara menuju cita-citanya, yakni negara Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para pemimpin agama dan tokoh masyarakat yang terhimpun dalam FKUB adalah melakukan reedukasi dan pemberdayaan umat agar menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dan memilih pemimpin transformatif.