Js. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag.
Pendahuluan.
Kerukunan beragama di Indonesia merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah keanekaragaman suku, agama, ras dan budaya. Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan paling majemuk di dunia dalam keberagaman tersebut juga telah berkomitmen membangun bangsa dan negara menuju terwujudnya cita-cita bersama menjadi bangsa yang sejahtera dan berkeadilan. Pasca reformasi 1998, Indonesia mengalami konflik intra dan antar agama. Meski demikian Indonesia memiliki peluang untuk mengelola konflik keagamaan secara damai. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.
Berbagai macam kendala sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan beragam agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat. Salah satunya adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang berperan sangat strategis dalam upaya memelihara, menjaga dan mengembangkan harmonisasi kehidupan umat beragama, melalui forum-forum dialog, sosialisasi berbagai kebijakan pemerintah tentang kerukunan umat beragama, bahkan menyerap aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah.. Forum keagamaan non negara ini dibentuk dalam rangka mengelola kehidupan agama di Indonesia secara damai tanpa menghilangkan hak dan kebebasan beragama warga negara. Forum Kerukunan Umat Beragama ini pengurusnya terdiri dari tokoh-tokoh keagamaan enam Majelis Agama yang ada di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Dengan demikian diharapkan kerukunan, persatuan dan kesatuan di Indonesia dapat terjaga dengan baik. Apabila tidak dikelola dengan baik, maka kemajemukan potensial menjadi bencana, rentan bagi kemungkinan timbulnya disharmoni dan perpecahan di kalangan masyarakat yang majemuk.
Adapun faktor keagamaan yang mempengaruhi kerukunan umat beragama antara lain penyiaran agama, pendirian rumah ibadat, bantuan keagamaan luar negeri, perkawinan yang beda agama, pengangkatan anak, pendidikan agama, perayaan hari besar keagamaan, perawatan dan pemakaman jenasah, penodaan agama, kegiatan kelompok sempalan dan tranparansi informasi keagamaan (Balitbang dan Diklat 2013,:106-109)
Dalam hubungan antar umat beragama, faktor-faktor keagamaan maupun non keagamaan diatas tidak jarang menimbulkan gesekan yang dapat memicu terjadinya konflik di kalangan umat beragama. Bahkan konflik yang terjadi dapat menimbulkan tindak kekerasan di tengah masyarakat. Kasus kekerasan dan konflik bernuansa agama yang pernah terjadi di Ambon dan Poso tahun 1999 merupakan salah satu contoh. Persoalan lainnya, kebebasan beragama termasuk salah satu faktor keagamaan yang memicu konflik. Kebebasan beragama bagi bangsa Indonesia merupakan hak individu yang secara konstitusional dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 E ayat 1 dan 2 dimana kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh Negara. Sekalipun demikian, hak dan kebebasan beragama dimaksud bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa mempertimbangkan kepentingan dan ketertiban umum dalam tatanan masyarakat yang demokratis.
Kerukunan menurut perspektif Agama Khonghucu
Nabi Kongzi memberitahu bahwa Jalan SuciNya hanya satu tapi menembusi semuanya. Pokok Ajaran agama Khonghucu adalah Satya dan Tepasalira, yakni : Satya kepada Tuhan Yang Maha Esa, melaksanakan Firman yang diemban kepada kita dalam kehidupan ini, menegakkan dan menggemilangkan Kebajikan dan Tenggang Rasa, artinya mencintai terhadap sesama manusia, sesama makhluk dan lingkungan hidupnya. Ajaran Kongzi universal, tidak terbatas pada satu bangsa atau satu negara tertentu tapi bagi semua orang dan segala jaman sebagaimana telah dinyatakan oleh banyak orang yang sudah mempelajarinya dengan seksama. Di empat penjuru lautan semuanya saudara (Lun Yu XII:5) mengandung seruan atau ajakan kepada semua orang, semua bangsa-bangsa dimuka bumi ini agar berusaha mencapai kerukunan nasional dan keseduniaan. Ajaran Nabi Kongzi mengutamakan kerukunan. UjaranNya yang lain :Apa yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang lain. Disini tersirat, bila diri sendiri ingin tegak/maju, bantulah orang lain agar tegak / maju.
Nabi Kongzi ingin mewujudkan suatu masyarakat yang penuh kerukunan, kebahagiaan dan kemakmuran, yang dimulai dengan membina diri, mendidik diri sendiri menempuh Jalan Suci atau Jalan Kebenaran agar menjadi seorang Junzi, manusia yang berbudi luhur, manusia yang memanusiakan dirinya sendiri dan orang lain, cinta kepada sesamanya, kepada bangsa dan negaranya. Adanya bermacam-macam perbedaan pandangan hidup diantara berbagai bangsa dan masyarakat itulah menandakan kebesaran Tuhan. Kerukunan hidup beragama sebenarnya sesuai hakekat manusia yang seharusnya hidup harmonis, baik sebagai pribadi maupun kelompok masyarakat, bangsa dan negara. Kerukunan hidup khususnya hidup beragama adalah syarat mutlak agar manusia dapat hidup tentram dan damai.
Keyakinan Konfuciani menempatkan iman kepada Tuhan sebagai akar dan landasan dalam belajar, mawas diri dan membina diri membangun rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan dunia. Pemantapan kehidupan keimanan ini wajib senantiasa menjiwai segala upaya di dalam membina dan membangun kehidupan beragama. Seorang Junzi memuliakan tiga hal : memuliakan Firman Tuhan Yang Maha Esa, memuliakan orang-orang besar (Para Suci) dan memuliakan Sabda Para Nabi. (Lun Yu XVI :8). Ternyata biar Nabi Purba maupun Nabi kemudian, haluannya serupa (Mengzi IV B : 1 ). Dari ungkapan ini jelaslah pandangan ajaran Kongzi yang universal, yang menghormati dan menjunjung tinggi ajaran agama lainnya, sebagaimana juga orientasi ajaran agama Khonghucu mengarah pada perdamaian dunia.
Ajaran Nabi Kongzi mewajibkan umatnya untuk berperi Cinta Kasih, menjunjung tinggi Kebenaran / keadilan / kewajiban, berperilaku Susila, bertindak Bijaksana dan Dapat Dipercaya. Dengan demikian semua insan yang berakal budi akan dapat menerimanya sebagai hal yang baik untuk penghidupan ini karena ajaran ini untuk semua umat manusia. Seorang Junzi dapat rukun meski tidak dapat sama, seorang rendah budi dapat sama meskipun tidak dapat rukun
Menurut Nabi Kongzi , seorang Junzi (luhur budi) nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata harus sesuai dengan perbuatannya. Jangan hanya namanya bersatu tapi perbuatannya tidak bersatu. Bila ingin hidup dalam persatuan maka didalam perbuatan wujudkanlah persatuan itu. Disini jelas bahwa persatuan yang harmonis itulah yang didambakan mulai dari keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jikalau keluarga rukun, masyarakat akan rukun dan bila masyarakat rukun maka negara dan bangsa akan rukun.
Nabi Kongzi mengajarkan Lima Hubungan Kemasyarakatan : Hubungan antara Raja (Kepala Negara) dengan menteri, orang tua dengan anak, suami dengan istri, kakak dengan adik dan teman dengan sahabat. Lima Hubungan Kemasyarakatan itu mencakup hubungan manusia secara vertikal dan horisontal dan sebagai hubungan yang manusiawi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kulminasi Ajaran Nabi Kongzi yang menuju ke kerukunan terlihat pada jawaban Nabi Kongzi kepada Pangeran King dari Negeri Cee atas pertanyaan tentang pemerintahan yang baik : Raja adalah Raja, Menteri adalah Menteri, Ayah adalah Ayah, Anak adalah Anak. Bila Raja berdiri diatas kepercayaan sebagai rajabarulah menteri menduduki kewajaran sebagai menteri. Bila ayah (orang tua) menepati kewajiban sebagai orang tua sejati barulah anak menginsyafi bakti anak sejati. Bila para pembesar menyadari hubungan-hubungan antar manusia ini, niscaya rakyat jelata yang dibawahnya akan saling mencinta. Tanpa kerukunan keluarga, masyarakat tidak akan rukun, bila masyarakat tidak rukun, maka negara tidak akan rukun dan persatuan bangsa tidak mungkin tercapai. Perdamaian dunia terancam bila bangsa-bangsa di dunia tidak rukun.
Ajaran Perdamaian
- Semangat Mewujudkan Peradaban Multikultur Dalam Persaudaraan Sejati.
Meluruskan hati, membina diri, mengendalikan nafsu kepada kesusilaan, yang indah, tertib, susila, itulah cinta kasih / kemanusiaan.
- Yang tidak susila jangan dilihat
- Yang tidak susila jangan didengar
- Yang tidak susila jangan diucapkan
- Yang tidak susila jangan dilakukan
Seorang yang berbudi luhur selalu bersifat sungguh-sungguh, maka tiada khilaf kepada orang lain dan hidup di masyarakat merasakan kalau semuanya bersaudara.
- Bila terselenggara tengah, tepat dan harmonis, maka kesejahteraan akan meliputi langit dan bumi, segenap makhluk dan benda akan terpelihara, karena itu dari Raja sampai rakyat jelata mempunyai kewajiban yang sama yaitu masing-masing wajib mengutamakan pembinaan diri sebagai pokok (Daxue Bab Utama:6)
- Menjaga Perdamaian, Mencegah Konflik.
“Seorang Junzi (Susilawan) dapat rukun meskipun tidak dapat sama, sedang seorang xiaoren dapat sama meskipun tidak dapat rukun.” (Sabda Suci XIII.23)
Seorang Junzi (Susilawan) mau berlomba, tetapi tidak mau berebut. Mau berkumpul, tetapi tidak mau berkomplot.” (Sabda Suci XV.22)
“Seorang Junzi (Susilawan) mengutamakan kepentingan umum dan bukannya kepentingan kelompok. Sebaliknya seorang Xiaoren (rendah budi) mengutamakan kepentingan kelompoknya dan bukannya kepentingan umum.” (Sabda Suci II.14)
- Ajaran Zhong Shu atau Satya kepada Tian, Tuhan YME dan kasih Tepasarira kepada sesama. “Seorang Junzi (Susilawan) menuntut diri sendiri, seorang xiaoren (rendah budi) menuntut orang lain.” (Sabda Suci XV.21)
- “Tiap hari aku memeriksa diri dalam tiga hal, yaitu : Sebagai manusia, adakah aku berlaku tidak Satya ? Bergaul dengan kawan dan sahabat , adakah aku berlaku tidak Dapat Dipercaya ? Dan adakah Ajaran Guru yang tidak kulatih ?” (Sabda Suci I.4)
- “Seorang muda, di rumah hendaklah berlaku Bakti, diluar rumah hendaklah bersikap Rendah Hati, berlaku hati-hati sehingga Dapat Dipercaya, menaruh cinta kepada masyarakat dan berhubungan erat (bergaul) dengan orang-orang yang berperi Cinta Kasih. Bila semua itu sudah dilakukan dan masih mempunyai kelebihan tenaga dan waktu, pergunakanlah untuk mempelajari kitab-kitab.” (Sabda Suci I.6)
- Seorang umat Khonghucu memandang kesatyaan dan dapat dipercaya sebagai baju timah dan topi logam. Kesusilaan dan kebenaran seperti perisai dan dayungnya, ia berjalan sambil menjunjung tinggi cinta kasih, ia berdiam sambil mendekap kebenaran, biarpun ada pemerintah yang sewenang-wenang, ia tidak berubah pendirian, demikianlah menegakkan diri.