“Mengambil Pelajaran Dari Konsep Paskah Untuk Memilih Pemimpin Transformatif”
Dialog lintas agama yang diselenggarakan oleh FKUB Provinsi DKI Jakarta sejak putaran pertama, Maulid dan dialog lintas agama di kantor Syarikat Islam tanggal 23 Januari 2014 hingga yang keempat, Selasa 22 April 2014 Paskah dan dialog Lintas Agama di Gereja Katedral, memiliki tujuan antara lain untuk dijadikan modal intelektual dan pengalaman dalam merajut harmoni antar umat beragama. Dialog semacam ini juga memiliki arti bagaimana kita harus membangun toleransi dan meminimalkan konforntasi di kalangan umat beragama, khususnya antara umat Islam dan umat Kristiani. Di sisi lain, dialog yang digelar oleh FKUB pada tahun 2014 juga dimaksudkan untuk berpartisipasi dalam menyukseskan Pemilu legislatif dan prsesiden Republik Indonesia pada era pasca reformasi. Dialog lintas agama dimaksudkan dapat membangun toleransi dan meminimalkan konfrontasi, hasilnya sangat jelas dan nyata. Beberapa tahun terakhir, pasca Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No.8 Tahun 2006, wajah hubungan antarumat beragama telah mengalami perubahan mendasar. Kalau sebelumnya inisiatif kerukunan selalu datang dari pemerintah, sekarang inisiatif tersebut tidak saja datang dari atas, tetapi telah datang dari bawah, yaitu masyarakat lintas agama (FKUB). Dialog seperti ini telah memberikan kontribusi yang nyata bagi terwujudnya kerukunan, tidak saja di Jakarta tetapi di seluruh dunia.
Diskusi akademik hubungan antara Kristen-Islam, telah berlangsung lama. Bahkan dimulai pada abad pertengahan, Ali At Thabari, Al Jahiz, Ibn Hazm dan Abu Hamid Al Ghozali telah melakukan dialog teologis tehadap masalah hubungan Islam dan Kristen. Pada era yang hampir bersamaan, Ibnu Arabi, Jalaludin Rumi, Fariduddin Atar, tokoh sufi membahas eksistensi Isa Al Masih dalam prespektif tasawuf. Pada zaman modern dialog antara Islam dan Kristen juga dilakukan oleh Muhammad Abduh dan madzahab Al-Manar. Bahkan Mahmud Saltut dan Ghumari terlibat polemik apologetik tentang kedatangan Yesus yang kedua (Olaf Schuman, 2013). Menurut pandangan Amin Abdullah, dialog teologis seperti di atas telah menguras energi dan membuang waktu demi polemik yang melelahkan. Pelemik ketuhanan tidak pernah berakhir di meja perundingan. Debat keyakinan atau kepercayaan tidak pernah selesai dengan membuka lembaran kitab suci. Bahkan perbedaan tajam di kalangan Islam pun tidak mudah dipecahkan. Konsep ketuhanan Imam Abu al_Hasan al-Asy’ari berbeda dengan konsep ketuhanan Imam Abu Manshur al Maturidi, apalagi antara Mu’tazilah dengan ahli sunnah dan Syi’ah. Masalah ketuhanan dan keyakinan sangat personal dan individual, pengetahuan manusia tentang Allah sangatlah terbatas, bukan pengetahuan yang sempurna dan menyeluruh (Abdullah, 2013: xvii). Dialog sufistik seperti yang dikembangkan oleh Ibnu al-Arabi, Jalaluddin Rumi serta Al Ghozali sangat lembut dan damai. Sedangkan dialog yang dibangun oleh para teolog cenderung keras dan konfrortatif. Perbedaan pendekatan, logika dengan hati nurani, ketika berbicara tentang Tuhan ternyata sangat berbeda. Logika membimbing manusia untuk menemukan ‘kebenaran’ atau ‘kesalahan’ nisbi, sedangkan hati nurani membimbing manusia menuju kepada cinta (mahabah).
Dialog lintas agama pada dasarkan akan mengarahkan umat beragama menjadi semakin religius yang sadar akan relasi. Identitas saya sebagai seorang muslim memiliki relasi yang sangat kuat dengan suadara-saudara yang non muslim. Kesadaran individu anda yang meyakini iman Kristiani tidak mungkin menafikan relasi anda dengan keyakinan-keyakinan lainnya karena hubungan relasional anda dengan keluarga, sahabat dan relasi lainnya. To be religious today is to be interreligious, demikian ungkapan Safaatun al Mirzanah dalam bukunya When Miystic Masters Meet, disertasi yang dipertahankan di Catholic Theological Union, Chicago, tahun 2008. Dialog lintas iman adalah berbicara mengenai Allah, dan tidak berbicara atas nama Allah, sehingga kita dapat melepaskan diri dari penghujatan dan pemberhalaan ( J.B. Banawiratma, 2009: xviii).
Dialog lintas agama adalah upaya untuk mencari pemahaman akan adanya titik temu, bukan untuk saling menafikan. Agama adalah cara untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan hidup. Agama harus mampu memberikan jawaban terhadap misteri kehidupan diri manusia itu sendiri, termasuk ketika mereka hidup bermasyarakat seperti berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tujun kedua FKUB menyelenggarakan kegiatan semacam ini juga diharapkan menjadi bagian dari partisipasi dalam bidang politik, yakni menyukseskan Pemilu 2014. Sukses Pemilu tidak saja dalam proses penyelenggaraan, tetapi juga sukses dalam menghasil pemimpin-pemimpin transformatif yang mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Romo Ignatius Suharyo dalam opini yang dimuat dalam Kompas, Sabtu, 19 April 2014 menyatakan; pada tahun ini umat Kristiani di Indonesia merayakan Paskah ketika bangsa Indonesia menjalani tahun politik. Kita semua berharap bahwa dengan terpilihnya para wakil rakyat yang baru dan pemimpin pemerintahan yang baru, bangsa Indonesia mampu masuk ke dalam dinamika baru transformasi kehidupan religius, sosial, budaya, politik, dan ekonomi menuju terwujudnya cita-cita bersama sebagai bangsa. Lebih lanjut beliau menyatakan; pesan Paskah adalah pesan pembaruan, transformasi seluruh segi kehidupan manusia. Demi transformasi itulah Yesus akhirnya dihukum mati. Kita, pemimpin dan tokoh agama, harus terus memberikan pelayanan dan bimbingan agar masyarakat beragama dapat menjadi bagian penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 dan Rapat-rapat BPUPKI, yang telah melahirkan bangsa dan negara Indonesia adalah wakil-wakil dari masyarakat beragama, disamping wakil-wakil etnik dan golongan politik. Oleh karena itu, peranan pemuka agama tetap menyertai perjalanan bangsa merupakan panggilan dan sekaligus tugas pengorbanaan untuk sebuah negara-bangsa yang adil, makmur serta sejahtera.
Tentu saja, FKUB sebagai wadah perjumpaan tokoh dan pemimpin masyarakat beragama masih jauh dari yang diharapkan. Gagasan rintisan seperti inilah yang dapat disumbangkan oleh FKUB pada masa perintisan. Ke depan, FKUB diharapkan dapat mengahadirkan peranan yang lebih baik lagi dalam bersama-sama membangun bangsa. Tentu saja, untuk kepentingan tersebut, anggota FKUB di masa mendatang adalah pada pemikir, penggerak dan pemimpin umat beragama yang didukung oleh semua majelis agama dan pemerintah. Dialog-dialog untuk karya berjalan seiring dengan dialog lintas iman. Kerjasama kemanusiaan melalui format pendidikan manusia seutuhnya merupakan tema dialog yang mesti dikembangkan di waktu mendatang. Dengan demikian, FKUB adalah forum presensia dan bukan hanya forum yang ditanam tanpa buah. Selamat berjuang, selamat berkorban dan selamat menyongsong Indonesia baru yang maju dan sejahtera.
[1] Pokok-pokok pikiran disampaikan pada Dialog Lintas Agama di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, 22 April 2014
[2] Ahmad Syafi’i Mufid adalah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi DKI Jakarta.
PASKAH DAN DIALOG LINTAS AGAMA DALAM RANGKA SUKSES PEMILU 2014[1]