Home > Berita dan Kegiatan > Refleksi Akhir Tahun Tokoh Agama
Berita dan Kegiatan

Refleksi Akhir Tahun Tokoh Agama

Kasus kekerasan dalam kehidupan beragama dalam tiga tahun terakhir terus meningkat. Bila di 2011, kasus kekerasan atas nama agama mencapai 92 kasus, dan di 2012 mencapai 274 kasus . Sementara Setara institute mencatat hingga pertengahan 2013 telah terjadi 122 kasus kekerasan antar umat beragama. Toleransi rupanya belum dilaksanakan bangsa Indonesia dengan baik.

Benarkah bangsa ini menjadi tidak toleran? Sejarah panjang bangsa Indonesia memperlihatkan Majapahit di era kejayaannya, mengakui Islam, Hindu, dan Budha sebagai agama negara. “Konflik agama yang pernah terjadi di Indonesia, umumnya bersifat politik dan kriminal. Sementara agama hanya dijadikan pemicu,” ujar Koordinator Bidang Rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) H Tri Gunawan Hadi.

Data yang disodorkan Setara Institute disikapi berbeda oleh Tri Gunawan. Katanya, secara umum sepanjang 2013 kerukunan umat beragama mengalami peningkatan menuju lebih positif. Tri Gunawan tak membantah masih ada penutupan tempat ibadah, penolakan pembangunan sarana ibadah, “Tapi semuanya bersifat teknis, misalnya soal IMB, syarat administrasi, ataupun izin tak sesuai peruntukan,” ujarnya.

Di lain sisi, sosialisasi yang minim dari pemerintah, tokoh masyarakat, dan agama menjadi biang keladi terjadi penutupan sarana ibadah. Kebanyakan kasus gangguan di akar rumput, lantaran ketidaktahuan masyarakat mengenai aspek teknis pembangunan rumah ibadah. Akibatnya mudah terjebak. Kasus ini bisa ditunggangi kepentingan pribadi.

“Inilah pentingnya pemerintah terus meberdayakan peran tokoh-tokoh agama agar semakin banyak turun ke akar rumput, menyosialisasikan pentingnya menjaga kerukunan umat beragama, FKUB perlu dijadikan mitra strategis pemerintah dalam membangun ukhuwah dan kerukunan,” papar Tri Gunawan Hadi.

Rudi Pratikno (Keuskupan Agung Jakarta) sekaligus wakil ketua FKUB Provinsi DKI Jakarta Bidang Rekomendasi menambahkan “ada beberapa hal yang menjadi focus di tahun 2013 dan ecara keseluruhan tidak ada masalah hubungan antara umat beragama di DKI Jakarta. Kita semua (pemimpin umat) memiliki tugas yang sungguh-sungguh tidak mudah untuk menjaga kerukunan. Itu sebabnya kami terus memohon masukan dan usul agar kami dapat memperbaiki peraturan Gubernur no 83 tahun 2012. Rudi Pratikno juga menjelaskan bahwa pada tahun 2013 ini ada lima rumah ibadah yang kami (FKUB) keluarkan rekomendasi dan untuk umat Kristiani ada satu rekomendasi.
Tahun 2014 ini adalah tahu politik yang juga ada pemimpin-pemimpin umat menjadi Calon Legislatif baik tingkat provinsi dan tingkat pusat. Ini menjadi tahun politik yang kita semua untuk terus dapat berkomunikasi supaya semuanya bisa berjalan dengan baik dan lancar serta kerukunan antar umat beragama tetap kita jaga dan pertahankan lanjut Rudi Pratikno.

Pengurus MUI DKI Jakarta HM Syarif Tanudjaja yang juga pengurus FKUB meyakini pula, banyak umat Islam yang tak mengetahui administrasi mendirikan bangunan ibadah. Hasilnya, adalah kesalahpahaman, bila ada umat agama lain membangun tempat peribadatan. Akibatnya, setiap ada pembangunan gereja, umat Islam di lokasi pembangunan menyikapinya dengan adanya kristenisasi, “Untuk itu komunikasi harus dibuka dan dibiasakan oleh para tokoh agama,” ujar Syarif.

Bagi FKUB kerukunan antar umat beragama merupakan modal penting dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Bahkan menurut HS Djaengrana Ong dari perwakilan umat Konghucu, kerukunan adalah faktor utama sekaligus modal penting untuk mewujudkan kesejahteraan. “Kerukunan antara umat beragama itu bersifat dinamis, seperti keamanan,” ujar Djaengrana.

Untuk menjaga kerukunan, setiap umat beragama harus memiliki kemampuan untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan, juga harus saling mempercayai. “Kalau di antara kita tidak ada saling percaya maka yang ada curiga, itu berbahaya,” imbuh Djaengrana. Itu sebabnya perbedaan yang ada, janganlah dibeda-bedakan, karena pembedaan menjurus kepada diskriminasi. Sebaliknya perbedaan juga jangan disama-samakan, karena kalau disamakan maka menjadilah pemaksaan.

Peran Tokoh Agama dalam Pemberantasan Korupsi

Berbagai persoalan dalam kehidupan beragama itu mendorong para tokoh agama yang tergabung dalam FKUB DKI Jakarta bertemu di penghujung 2013, bertempat di Restaurant Red Criystal Sunter-Jakarta Pusat, semua tokoh agama hadir dari unsur FKUB Provinsi DKI Jakarta, FKUB Wilayah, majelis agama Matakin, Walubi,PGIW Jakarta, Budha, GPIB dan Gereja Bethel, jumlah peserta yang hadir sekitar 50 orang. Mereka prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia. Bukan hanya perihal kekerasan antara umat beragama, namun kemerosotan moral pejabat negara menjadi perhatian mereka. Kerusakan moral menuntut para tokoh agama bekerja lebih keras.

Ketua Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Prayitno menyatakan keprihatinan dengan tingkat korupsi di Indonesia. “Saya sungguh miris mendengar kalau ada umat Kristiani tertangkap KPK karena korupsi. Mengapa? Karena itu membuktikan pemimpin umat Kristiani harus lebih lagi menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada umatnya supaya jangan korupsi,” ujarnya.

Senada dengan Priyatno, korupsi hanya membuat kualitas pembangunan menurun yang berdampak langsung kepada penurunan kesejahteraan. Liem Wira Wijaya dari Perwakilan Budah mengingatkan agar budaya korupsi dihentikan. Menurutnya korupsi hanya membuat masa depan Indonesia suram, “Kita tidak mungkin mewariskan Indonesia yang suram ini kepada anak cucu,” ujar Liem.

Menurutnya, perubahan Indonesia harus dimulai dari tokoh agama. Mereka harus menjadi contoh yang baik. Jangan malah tokoh agama menjadi contoh kemerosotan moral. Agama adalah tiang moralitas, bila para tokoh agama tak bermoral maka rusaklah semua tatanan berkehidupan dan bermasyarakat. “Kalau di tingkat elit agama bisa rukun, bisa mendialogkan semua masalah, maka kebaikan ini bisa ditularkan ke masyarakat,” imbuh Liem .

Tugas para tokoh agama adalah menyiapkan kader atau umat yang tak mencuri uang rakyat. Penyadaran harus terus dilakukan, dalam pesan-pesan agama saat ibadah, Tanpa korupsi, Indonesia bisa maju, “bila ada umat kita yang korupsi maka itu membuktikan kita pemimpin umat gagal membina umat kita” ujar Perwakilan Hindu Pedande Panji Sagata.

Dan menurut Pedande Panji Sagata: “bagi koruptor hukumannya agar diperberat misal menjadi 25 tahun, dan tidak boleh dijenguk sanak keluarganya serta dikucilkan dalam masyarakat agar mereka menjadi jera, bukan seperti sekarang ini kuroptor diperlakukan seperti artis”.

Kegiatan refleksi akhir tahun ini digagas oleh PGIW Jakarta bekerjasama dengan GPIB, kegiatan ini sudah menjadi kegiatan rutin tiap tahun dan ini merupakan kegiatan yang ketiga kalinya kata ketua panitia.

Acara ini ditutup dengan sambutan dari ketua FKUB Provinsi DKI Jakarta, KH. Ahmad Syafii Mufid, dalam sambutannya beliau memberikan apresiasi kegiatan ini karena sangat mendukung visi FKUB DKI Jakarta, yaitu Jakarta Damai. “Kalau pemerintah DKI Jakarta memiliki visi Jakarta Baru digabung dengan visi FKUB maka bunyinya Jakarta Baru, Jakarta Damai,”

KH. Ahmad Syafii Mufid menjelaskan “Jakarta Baru adalah Jakarta yang melayani, yang bersih, yang indah dan tertib, Jakarta yang modern dan tentu Jakarta yang manusiawi”. Tetapi semuanya itu diikuti oleh suasan damai, damai antara pemerintah dengan warga masyarakatnya, damai atar masyarakat dan damai antar umat beragama. Saya kira kalau itu dilaksanakan itu akan sangat indah.
Dalam hal Kerukunan antar umat beragama di DKI Jakarta, relatif baik. Itu semua kerja dari para pemimpin umat beragama yang ada di DKI Jakarta. Memang harus diakui ada beberapa kasus seperti di Jakarta Barat, Selatan, Timur yang sempat muncul, namun semua itu masih dapat dikendalikan para tokoh agama sehingga tidak muncul satu peristiwa yang melibatkan kekerasan fisik kata KH. Ahmad Syafii Mufid dalam sambutannya. Kalau masih ada spanduk yang bertebaran tentang dilarangnya sebuah agama untuk mengucapkan selamat Natal, itulah realitas bahwa masih ada teman-teman kita yang belum memahami perbedaan. “Saya pikir tokoh-tokoh agama yang terhimpun dalam majelis-majelis agama ini merupakan pilar dalam keseharian umat beragama lanjut KH. Ahmad Syafii Mufid.

(Bud/FKUB)