(FKUB Jakarta.org) Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DKI Jakarta Prof KH Dede Rosyada mengatakan Kerukunan harus menjadi common bussiness (kepentingan bersama) bukan hanya FKUB akan tetapi seluruh pemangku kebijakan yang ada. Semua unsur dari pemerintahan maupun keamanan ikut berperan terhadap keberlangsungan kerukunan.
Ia juga mengingatkan agar Masyarakat Bahagia. Sebab kesenjangan saat ini masih tinggi, sehingga dapat memicu kerawanan konflik, terutama di Masyarakat akar rumput. Pencapaian yang telah dialami DKI Jakarta saat ini adalah bagaimana kenaikan pendapatan secara ekonomi namun kurangnya pemerataan masih menjadi masalah.
“Padahal amanat yang tertera di Undang-Undang Dasar adalah bagaimana menciptakan negara yang Sejahtera. Dimana, definisi sejahtera yang dimaksud adalah Adanya pertumbuhan dan Adanya pemerataan. Kerawanan konflik akibat ketidakmerataan ekonomi ini harus dijaga dan dipelihara kerukunan ini,” jelas Prof Dede dalam acara Dialog Kerukunan bersama Forkopimda DKI Jakarta di Hotel Swiss-Belinn, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Prof Dede menyebut bahwa negara Indonesia adalah negara yang multietnik dan multiagama. Ada 6 agama yang diakomodir oleh negara. Perbedaan agama dan etnik ini sering kali muncul Gerakan baik Gerakan verbal maupun Gerakan fisik yang mengarah kepada radikalisme yang akan instabilitas di tengah masyarakat.
“Sebab gerakan ini lahir karena adanya provokasi dan aksi yang dapat memicu reaksi masyarakat. FKUB ingin mencoba aksi-aksi tersebut tidak berpenetrasi dan mempengaruhi orang lain. Sebab mereka mempromosikan agamanya dan pemahamannya kepada orang lain,” tegasnya.
Sementara itu, Prof Dede memaparkan bahwa permasalahan toleransi di masyarakat Jakarta menurut survey, masih di bawah rata-rata nasional. DKI Jakarta menempati posisi 70% indeks toleransi dari 73% rata-rata nasional. Kontribusi terendahnya adalah toleransi itu sendiri. Padahal menurut PBM, 5 indikator toleransi adalah, pertama mengakui perbedaan, kedua, memahami perbedaan, ketiga menghargai orang lain yang berbeda, keempat kesetaraan, dan kelima adalah Kerjasama.
“Namun, surveyor tidak memasukan indicator Kerjasama dalam salah satu indikator, padahal, indicator kerjasama masyarakat Jakarta itu tertinggi,” paparnya.
Ia mengambil contoh, bisnis orang muslim memiliki pekerja yang beragama katolik dan sebaliknya tidak ada masalah. Surveyor hanya mendefiniskan bahwa toleransi itu hanya sebatas mengakui perbedaan dan menghargai orang lain yang berbeda, sehingga Ketika dalam hal mendirikan rumah ibadah, muncul resistensi dari masyarakat.
“Memang, ada faktanya, bahwa ada perasaan tidak nyaman Ketika orang lain berbeda. Ini seringkali ditemukan oleh FKUB terutama di 3 agama besar seperti Islam, Kristen dan Katolik. Itulah yang membuat kita menjadi 10 besar terendah soal toleransi,” tuturnya.
Oleh karenanya, FKUB mengajak seluruh stakeholder untuk mempromosikan kerukunan itu, ia mengajak untuk memperkuat Kerjasama yang sudah baik itu, terutama soal ekonomi. Masyarakat perlu makan dan hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga tidak boleh ada pergesekan antar agama. Karena, Ketika ada pergesekan antar agama karena factor agamanya, maka akan berimplikasi kepada faktor-faktor sosial.
“Ketika sudah berimplikasi kepada faktor sosial maka akan berimplikasi kepada disharmoni di kalangan masyarakat,” ucapnya.
Prof Dede mengungkapkan ada 3 kelompok masyarakat yang sangat kuat dalam mempromosikan kerukunan, pertama, FKUB, Majelis-majelis agama tidak ada dia yang merasa tidak nyaman dengan agama orang lain. Kedua, kelompok masyarakat yang bukan dari FKUB dan majelis agama tetaapi dia mendapat promosi kerukunan. Ketiga adalah kelompok masyarakat yang tidak menerima promosi kerukunan sehingga masyarakat Jakarta menjadi terendah dalam konteks toleransinya, yang dimana mereka sulit untuk menerima perbedaan.
“Lalu apa yang harus dilakukan? Yang dilakukan adalah mempromosikan bersama-sama dengan Kerjasama seluruh pimpinan pemangku kebijakan untuk mempromosikan kerukunan di masyarakat secara berkelanjutan. Menarasikan kerukunan kepada masyarakat sesuai dengan tema masing-masing,” ungkapnya.
“Sehingga masyarakat tahu bahwa kerukunan itu penting, kerukunan adalah komitmen seluruh forkopimda dan didukung oleh aparatur yang sama sehingga FKUB tidak sendirian dalam mempromosikan kerukunan,” lanjutnya.
Ia menyebutkan permasalahan utama munculnya disharmoni adalah maraknya provokasi di media sosial dan itu sangat mengganggu kerukunan yang sudah terjalin dengan baik. Ketika ini sudah menjadi di tangan aparatur pemerintah, Prof Dede meminta agar pelaku harus dicari sehingga masyarakat tahu bahwa ini adalah tindakan yang salah.
“Forkopimda harus berpartisipasi dalam permaslahan ini sebab mereka memiliki kapasitas dan instrument dalam Tindakan ini,” pungkasnya.(fkub/eky)