oleh: Js. Liem Liliany Lontoh, SE., M.Ag.
Salam Kebangsaan Indonesia,
Salam Kebajikan, Wei De Dong Tian.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kita semua dapat bersama merayakan Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili. Tahun ini 2020 Masehi adalah Tahun Baru Imlek ke 2571 Kongzili. Mengapa disebut Kongzili ? Karena kalender Imlek / Yinli mengacu pada tahun kelahiran Nabi Kongzi yaitu 551 SM, sehingga tahun 2020 Masehi apabila ditambahkan dengan 551 menjadi 2571.
Kalender Imlek diciptakan oleh Huang Di (2698 – 2598 s.M) yang merupakan salah satu Nabi yang dimuliakan dalam agama Khonghucu dan sekaligus dinobatkan sebagai bapak-moyang orang Tionghoa. Bila kita jeli mencermati, setiap penanggalan yang ada, pada awalnya diciptakan dengan Tujuan membuat pedoman penentuan jatuhnya musim dan sekaligus menghitung kapan terjadinya bulan baru, dan yang terpenting adalah penentuan saat saat ibadah. Demikian pula penanggalan imlek, diciptakan selain untuk pedoman bercocok tanam, sekaligus digunakan untuk pedoman bersembahyang bersyukur kepada Tuhan, yang disebut Tian atau Shang Di. Kalender Huang Di ini menghitung awal tahun barunya pada awal musim semi.
Kalender Huang Di baru efektif digunakan pada era dinasti Xia (2205 – 1766 sM). Ketika Xia runtuh dan diganti dinasti Shang (1766 s.M. – 1122 s.M.), awal tahun barunya dimajukan sebulan. Demikian juga ketika dinasti Shang runtuh dan diganti dinasti Zhou (1122 s.M. – 255 s.M), awal tahun barunya dimajukan lagi, jatuh pada 22 Desember (atau 21 Desember pada tahun Kabisat), tepat di saat Matahari di atas 23,5° Lintang Selatan, yang merupakan puncak musim dingin bagi wilayah di Utara garis Khatulistiwa.
Confucius, Kongzi atau nabi Khongcu hidup di masa Zhou (551-479 sM). Suatu ketika ia ditanya oleh Yan Yuan, muridnya (tertulis dalam Kitab Lun Yu XV: 11), tentang bagaimana pemerintahan yang baik. Salah satu jawabannya adalah perlunya menggunakan kembali kalender dinasti Xia, karena paling tepat menjadi pedoman bercocok tanam, mengingat pada masa itu mayoritas rakyat hidup dari pertanian.
Dinasti Zhou runtuh dan diganti dinasti Qin (256-202 s.M). Alih-alih menuruti nasihat Kongzi, kalendernya diganti lagi dan awal tahun barunya dimajukan sebulan lagi. Baru pada masa dinasti Han (202 sM – 221 M), tepatnya pada tahun 104 sM, pada era kepemimpinan Kaisar Han Wu Di (140 – 87 sM), kalender Xia digunakan kembali dengan format seperti Kalender Imlek yang kita kenal sekarang. Kaisar Han Wu Di sangat menghormati dan menjunjung tinggi ajaran Nabi Kongzi, bahkan tercatat dalam sejarah selama masa kepemimpinannya, Agama Khonghucu menjadi agama negara, seluruh peraturan pemerintahan ditetapkan berlandaskan ajaran Kongzi. Untuk menghormati Kongzi atau Confucius, maka tahun pertamanya ditetapkan terhitung sejak tahun kelahiran Confucius, 551 sM. Itulah sebabnya tahun Imlek (sekarang 2571 Kongzili, Anno Confucius atau Tahun Kongzi), berselisih 551 tahun dengan tahun Masehi. Sejak itu, meski dinasti demi dinasti jatuh bangun bergantian, kalender Imlek tidak dirubah lagi. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kongzi perhitungan tahun pertama kalender Yinli ditetapkan oleh Kaisar Han Wu Di dihitung mulai tahun kelahiran Nabi Kongzi yaitu 551 SM.
Nabi Kongzi menekankan pentingnya kembali menggunakan sistem penanggalan dinasti Xia, karena penanggalan tersebut cocok untuk menghitung tibanya pergantian musim, sehingga cocok pula dijadikan pedoman masyarakat yang pada waktu itu mayoritas hidup dengan mengolah sawah ladang atau bertani.
Tahun Baru Imlek bagi umat Khonghucu bukan sekedar tradisi budaya atau eforia belaka, Tahun Baru (Xin Nian) atau Xin Chun (musim semi baru) yang selanjutnya dikenal dengan Tahun Baru Imlek, bukan sekedar pergantian musim, bukan sekedar tradisi atau budaya saja tetapi mengandung makna spiritual, sosial, dan makna budaya. Tahun Baru menjadi momentum untuk instropeksi diri, juga memperbaharui diri agar menjadi manusia baharu. Semangat memperbaharui diri ini diteladani oleh Cheng Tang (1766 SM). Semangat itu tersurat di dalam Kitab Ajaran Besar Bab II:1 sebagai berikut : “Pada tempayan Raja Thong terukir kalimat: “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharuilah terus dan jagalah agar baharu selamanya”.
Sejarah orang Tionghoa sejak awal sangat dipengaruhi ajaran Khonghucu dan berimpitan sejarahnya dalam kurun waktu yang sangat lama, maka meskipun banyak yang sudah beralih agama, mereka masih tetap menjalankan dan atau merayakan Imlek sebagai tradisi atau kebiasaan turun-menurun. Jadi memperdebatkan Tahun Baru Imlek adalah hari raya keagamaan atau tradisi adalah kesia-siaan belaka. Yang jelas Tahun Baru Imlek adalah Hari Raya Keagamaan bagi umat Khonghucu dan sekaligus merupakan tradisi bagi masyarakat Tionghoa yang sampai kini masih merayakannya, meski telah beralih keyakinan.
Pada kesempatan yang baik ini saya sebagai Ketua Matakin Provinsi DKI Jakarta menyampaikan terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta Bpk. Anies Baswedan yang tahun ini telah merangkul pengurus perkumpulan warga Tionghoa serta organisasi keagamaan yaitu Matakin untuk menggelar semarak imlek 2571 Kongzili di sejumlah wilayah di ibukota dengan tujuan membawa semarak perayaan ke ruang publik untuk mewujudkan kesetaraan, kesamaan dan mempererat persaudaraan. Semangat ini seperti sabda Nabi Kongzi 2500 tahun yang lalu bahwa “Di Empat penjuru lautan kita semua saudara”. (Sabda Suci XII: 5.2)
Akhirnya saya mengucapkan Gong He Xin Xi, Wan Shi Ru Yi, Huang Yi Shang Di, Wei Tian You De. Selamat Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili. Semoga segala harapan tercapai. Yakin Tian senantiasa merahmati kepada mereka yang berkebajikan karena Hanya Kebajikan Tian berkenan. Shanzai.